Apa Itu Huruf Braille?

Pernahkah terbayang apa jadinya sahabat kita penyandang tunanetra bila tidak ada huruf braille?

Huruf Braille merupakan sistem penulisan yang digunakan oleh penyandang tunanetra atau orang dengan daya penglihatan rendah. Simbol yang melambangkan huruf, angka dan tanda baca tersusun atas titik-titik yang timbul diatas kertas, sehingga dapat diraba menggunakan ujung jari.

Sejarah Huruf Braille

Sejarah terciptanya huruf-huruf yang dapat dibaca oleh orang buta berawal dari seorang mantan perwira Perancis, Kapten Charles Barbier. Ia menggunakan sandi berupa garis-garis dan titik-titik timbul untuk memberikan pesan ataupun perintah kepada serdadunya dalam kondisi gelap malam. Pesan tersebut dibaca dengan cara meraba rangkaian kombinasi garis dan titik yang tersusun menjadi sebuah kalimat. Sistem demikian kemudian dikenal dengan sebutan night writing atau tulisan malam.

Louise Braille

Kemudian pada tahun 1821, Barbier mengunjungi sebuah sekolah dimana seorang pemuda tunanetra bernama Louis Braille dengan mudahnya memahami sistem penulisan tersebut. Bahkan Braille bisa memodifikasi dengan menghilangkan garis-garis dan memangkas 12 titik timbul karya Barbier menjadi enam titik yang disentuh jari. Sistemnya memiliki enam titik timbul, dengan tiga titik berbaris ke bawah di masing-masing dua kolom. Dengan berbagai kombinasi titik, simbol itu menjadi huruf dan tanda baca yang berbeda, secara total Braille menghasilkan 64 simbol. Pada usia 15 tahun, dia menerbitkan buku braille pertama. Kemudian pada 1837, dia menambahkan simbol untuk matematika dan musik.

Dalam perkembangannya, huruf braille mendapatkan beberapa hambatan. Salah satunya adalah pelarangan dari pihak sekolah. Sebab huruf ini belum bisa dibuktikan kebermafaatannya bagi masyarakat pada saat itu. Selain itu, tuberkulosis memaksa Braille pensiun dari mengajar pada 1850, metode enam titik timbul yang dibuatnya sedang dalam perjalanan untuk dapat diterima secara luas.

Pada tahun 1851 tulisan Braille diajukan kepada pemerintah negara Perancis agar diakui secara sah oleh pemerintah. Sejak saat itu penggunaan huruf Braille mulai berkembang luas hingga mencapai negara-negara lain. Pada akhir abad ke-19 sistem tulisan ini diakui secara universal dan diberi nama „tulisan Braille‟. Di tahun 1956, Dewan Dunia untuk Kesejahteraan Tuna netra ( The World Council for the Welfare of the Blind ) menjadikan bekas rumah Louis Braille sebagai musium. Kediaman tersebut terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris. Braille meninggal karena penyakitnya pada 6 Januari 1852 di Paris, Perancis, di usia 43 tahun.

Bentuk Huruf Braille

Huruf-huruf Braille disusun berdasarkan pola enam titik timbul dengan posisi tiga vertikal dan titik horisontal (seperti pola kartu domino).

Huruf Braille

Titik-titik tersebut diberi nomor tetap 1, 2, 3, 4, 5, 6 pada posisi sebagai berikut:

susunan titik pada huruf braille

Cara membaca seperti pada umumnya yaitu dari kiri ke kanan. Titik satu pada penulisan Braille terdapat pada titik sebelah kiri atas. Posisi titik-titik di atas adalah posisi huruf Braille terdiri dari satu atau kombinasi beberapa titik tersebut. Dengan bantuan nomor dari setiap titik, maka suatu huruf dapat dinyatakan dengan menyebutkan nomor dari titik-titiknya.

Sedangkan untuk menulis, prinsip kerjanya berbeda dengan mambaca. Cara menulis huruf braille tidak seperti pada umumnya yaitu dimulai dari kanan ke kiri, biasanya sering disebut dengan menulis secara negatif. Jadi menulis braille secara negatif dan menghasilkan tulisan secara timbul positif. Titik satu pada penulisan braille terdapat pada titik sebelah kanan atas. Posisi titik-titik di atas adalah posisi huruf braille yang ditulis dari kanan ke kiri. Huruf braille terdiri dari satu atau kombinasi beberapa titik tersebut. Dengan bantuan nomor dari setiap titik, maka suatu huruf dapat dinyatakan dengan menyebutkan nomor dari titik-titiknya.

Perlengkapan Menulis Braille

Dalam menulis huruf braille, dibutuhkan beberapa peralatan agar tercipta bacaan yang rapi dan terstandar, yaitu :

Reglet

Reglet umumnya berbentuk menyerupai penggaris yang terdiri dari 2 plat yang dihubungkan dengan engsel untuk menjepit kertas braille saat menulis. Plat atas dari reglet memiliki petak-petak lubang yang tembus, sedangkan pada plat bawah, terdapat pula petak-petak lubang tak tembus. Petak lubang pada plat atas berfungsi untuk menusukkan styllus dan lubang tak tembus di plat bawah akan menjaga agar kertas tidak berlubang. Barisan petak-petak lubang pada reglet tersedia dalam 4 baris, 6 baris dan 27 baris.

Styllus

Ujung styllus yang tajam berfungsi sebagai penusuk kertas pada reglet. Di ujung yang lain, styllus berbentuk tumpul yang berguna untuk pegangan sekaligus tempat memberi tekanan saat menusuk. Selain itu, ujung yang tumpul ini juga bisa dipergunakan untuk menghapus huruf timbul braille dengan cara menggosokkannya pada tusukan yang salah hingga menjadi rata kembali.

Buku Tulis Braille

Buku tulis braille sangat jarang, atau bahkan mungkin tidak dapat ditemukan di toko perlengkapan sekolah biasa maupun khusus untuk tunanetra. Umumnya kertas braille dijual dengan satuan lembar. Akan tetapi, dengan sedikit kreativitas, kertas-kertas itu bisa dijilid menjadi buku tulis braille. Jenis jilid spiral sangat disarankan untuk menyatukan kertas-kertas braille ini menjadi sebuah buku.

Seiring berkembangnya zaman, mungkin huruf braille akan kurang digunakan lagi sebagai metode utama dalam membaca, sebab pembaharuan dan kemungkinan di bidang teknologi memampukan anak membaca dengan menggunakan alat-alat yang mengubah tulisan kedalam bentuk suara dan juga tersedia media rekaman. Namun, bagi mereka yang buta total, braille tetap jadi metode utama dalam membaca. Braille tetap berguna juga untuk komunikasi sesama tunanetra dan tidak semua tunanetra memiliki alat-alat teknologi tersebut yang relatif mahal.  Huruf Braille akan tetap menjadi lentera penerang dalam kegelapan.

  • Penulis : Gde Pajar Pratama